Bismillah Alhamdulillah
Laa Haulaa walaa Quwwata
Kartini Milenial adalah perempuan yang
mampu membawa perubahan dan atmosfer positif, kreatif dan inovatif dengan tetap
menjaga kodratnya sebagai wanita.
Jika kita berbicara tentang perempuan,
yang terlintas adalah sosok kaum feminin dengan keluwesan dan keanggunan yang
disandangnya, dengan sifatnya yang mudah menangis. Perempuan selalu dianggap
sebagai makhluk lemah dibanding dengan laki-laki. Padahal, peran perempuan
amatlah penting terutama dalam keluarga. Ibu, yang juga seorang perempuan
adalah tempat sekolah pertama bagi anak-anaknya. Penentu terciptanya watak dan
kepribadian anak. Jika keluarga mampu membentuk kepribadian anak dengan baik,
anak yang bertanggung jawab, jujur, disiplin, taat dalam ajaran agamanya,
menghormati orang yang lebih tua dan menghargai yang lebih mudah, memiliki
simpati dan empati, serta sifat-sifat bijak kehidupan lainnya, insyaallah akan
tercipta generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Emansipasi perempuan yang ada saat ini
akan mengingatkan pada sosok inspiratif perempuan hebat Indonesia, R.A Kartini.
Beliau adalah sosok yang memperjuangkan bagaimana pentingnya pendidikan bagi
perempuan. Berdasarkan uraian diatas, bahwa perempuan adalah calon ibu yang
akan menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Bagaimana keluarga dapat
memberikan pendidikan yang baik jika unsur utama pendidiknya tidak memiliki
kecakapan mendidik?. Untuk itulah, R.A Kartini kala itu memperjuangkan
pendidikan bagi kaum perempuan.
Sebagai perempuan, kita juga harus
menyadari kodrat dan fitrah yang dianugerahkan oleh Allah SWT, sehingga kita
dapat menjaga, memelihara, dan memanfaatkannya secara optimal sesuai dengan
rambu-rambu norma dan agama yang dianut sebagaimana Allah SWT menciptakannya
pada kaum hawa.
Kodrat perempuan sebagaimana yang telah
diciptakan Allah SWT antara lain :
1. Bentuk
fisik
Secara fisik, perempuan tercipta
cantik, gemulai, feminin, serta keindahan yang berbeda di banding kaum adam.
Walaupun untuk kesan cantik memiliki sudut pandang berbeda dan bersifat relatif.
Keadaan seperti ini wajar dan sah saja menurut agama jika tidak berlebihan.
Kodrat wanita yang diciptakan menarik adalah untuk mendapatkan pasangannya.
Karena jelas Allah menciptakan manusia secara berpasang-pasang (QS. Al Hujurat
ayat 13).
2. Fungsi
fisik
Fungsi fisik yang dimiliki kaum
perempuan adalah cenderung untuk perkembangbiakan manusia dalam mempertahankan
jenisnya. Fungsi fisik perempuan meliputi fungsi reproduksi ( Rahim, menyusui,
hormonal, haid).
3. Emosional
Sisi emosional perempuan yang
senditif dibanding laki-laki menjadikannya memiliki peran utama dalam mendidik
anak-anaknya dengan cinta dan kasih saying. Keadaan ini bukan berarti sebagai
titik lemah perempuan, namun potensi yang dianugerahkan Allah SWT untuk mendukung
kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat.
4. Sisi
universal sebagai manusia
Selain kodrat khusus perempuan di
atas, perempuan juga dianugerahkan akal, perasaan, serta fungsi kejiwaan
seperti pada manusia secara umum.
Tulisan kali ini mengangkat peran wanita
di era milenial, era revolusi industri 4.0, dimana setiap manusia termasuk kaum
perempuan dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap pesatnya kemajuan teknologi
di setiap detiknya, dengan segala tantangan kehidupan sosial, keluarga, bahkan
dunia pekerjaan yang di gelutinya.
Jika dulu seorang perempuan terutama di
desa akan dicemooh jika bersekolah terlalu tinggi. “untuk apa perempuan kok
sekolah tinggi-tinggi, toh juga kembalinya ke dapur”. Kalimat seperti ini acap
kali saya dengar sendiri dari orang-orang di sekitar saya. Namun hal itu tak
menyurutkan saya untuk terus bersekolah semampu saya. Dua gelar strata 1 pun
saya sandang. Saat ini pun saya insyaallah masih diberi kemampuan untuk
mendidik anak-anak di sekolah dan mengurus rumah tangga. Tentunya dengan izin
suami.
Orang tua saya pun selalu berpesan jika
warisan yang bisa di titipkannya pada anak-anaknya hanyalah pendidikan. “ Bapak tidak bisa memberikan harta warisan,
tapi hanya bisa menyekolahkan dan membekali pendidikan yang cukup, smeoga itu
membawah keberkahan hidup kalian”. Demikian kira-kira yang selalu diucapkan
orang tua saya.
Pendidikan tinggi sangat diperlukan baik
itu untuk laki-laki ataupun perempuan. Seorang perempuan walaupun nantinya ia
tidak bekerja di luar, di lembaga, di kantor, atau hanya sekedar di rumah
menjadi ibu rumah tangga, pendidikan sangat diperlukan sebagai bekal :
(1) Mendidik
anak
Seperti ulasan sebelumnya, sekolah
pertama seorang anak adalah keluarga. Sosok yang paling sering ditemui seorang
anak adalah ibu. Materi sekolah saat ini juga jauh lebih modern dan luas
daripada tahun 90an. Lingkungan yang ada saat ini pun lebih menantang dengan
segala permasalahan sosial yang ada. Apa yang terjadi jika seorang ibu tidak
dibekali dengan ilmu pengetahuan saat ini?.
(2) Mengurus
rumah tangga
Di era modern seperti saat ini,
dengan kemajuan teknologi yang terus berubah di setiap detiknya, dengan
keberadaan alat-alat canggih di sekitar kita. Peralatan yang ada saat ini
sebagian besar hampir menggunakan system yang terkomputerisasi, system digital
dengan kecerdasan buatan. Jika seorang ibu rumah tangga tidak dibekali dengan
pengetahuan yang cukup, sedangkan keluarganya mampu memenuhi peralatan rumah
tangga yang modern, bagaimana akan mengoperasikannya ?.
(3) Kehidupan
sosial masyarakat
Kehidupan seorang ibu rumah tangga
tentunya sangat erat dengan kehidupan sosial masyarakat dengan beraneka ragam latar
pendidikan, suku, agama, karakter manusianya. Kecakapan hidup yang dimiliki
seorang perempuan, khususnya ibu rumah tangga sangat dibutuhkan untuk menjaga
keharmonisan kehidupan bermasyarakat, agar tidak terjadi gesekan-gesekan karena
sisi emosional seorang perempuan.
Saya adalah seorang ibu rumah tangga
dengan dua anak yang berusia 9 tahun dan 8 tahun. Suami saya seorang pekerja
swasta yang bekerja dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Namun tak
jarang juga hingga pukul 20.00 WIB. Saya juga berprofesi sebagai pendidik di
sebuah sekolah dasar negeri yang berjarak kurang lebih 6 km dari tempat tinggal
saya.
Keadaan saya yang bekerja dan tentunya
sebagai ibu rumah tangga tidak membuat saya mengeluh dan beralasan untuk tidak
berkarya. Tidak juga membuat saya mengabaikan tugas dan kewajiban baik itu
sebagai pendidik ataupun sebagai ibu dan seorang istri. Suami meridhoi
insyallah semua akan berjalan dengan baik.
Manajemen waktu, keterbukaan,
komunikasi, pengertian, dan saling memahami adalah kunci agar semua aktifitas
saya dapat berjalan seimbang. Setiap waktu di setiap hari, kami sekeluarga
selalu bercerita apa yang telah dialami di luar, di tempat kerja, di sekolah,
serta menyampaikan jika ada keinginan atau ketidak sesuaian perilaku dalam
keluarga.
Secara umum apa yang saya alami mungkin
juga di alami sebagian besar perempuan yang bekerja. Bagaimana kita harus
membagi waktu antara urusan rumah dan pekerjaan, kita harus menyiapkan makanan
untuk sarapan, menyiapkan kebutuhan anak-anak sebelum berangkat sekolah,
menyiapkan kebutuhan suami sebelum berangkat kerja, kemudian kita bekerja dan
beraktiftas di luar, menyiapkan kembali kebutuhan untuk makan malam,
mendampingi anak-anak belajar di rumah, menjaga kebersihan dan kerapian rumah,
serta tugas umum seorang ibu dan istri. Capek ?, iya pastinya. Tetapi kekuatan
dan kasih sayang yang dimiliki perempuan membuat segala rasa lelah menjadi sirnah.
Apa yang saya tuliskan di atas adalah
contoh sederhana dengan tugas yang sederhana.
Saat ini, banyak sekali kita temui Kartini-Kartini
milenial dengan segudang prestasi, peran, dan karyanya. Perempuan mampu
berperan di banyak bidang. Diantaranya :
1) Bidang
politik
Kita mengenal Ibu Megawati Soekarno
Putri, yang merupakan presiden wanita pertama di Indonesia. Ibu Sri Mulyani,
yang menjabat sebagai menteri keuangan cabinet Indonesia Bersatu serta pernah
juga menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Ibu Tri Risma Harini yang
karirnya menanjak dari seorang PNS biasa hingga menjadi menteri sosial saat
ini. Dan sederet perempuan perkasa
Indonesia lainnya.
2) Bidang
Teknologi
Pratiwi Pudji Lestari Sudarmono
adalah astronot perempuan pertama di Indonesia. Mesty Ariotedjo adalah
perempuan yang dinobatkan majalah Forbes sebagai kandidat perempuan muda
inspiratif bidang teknologi kesehatan.
Sumber
: https://www.tagar.id/deretan-kartini-muda-indonesia-di-bidang-teknologi
3) Bidang
Agama
Siti Musdah Mulia adalah ahli
peneliti utama Depag. Siti Ruhaini Dzuhayatin,
Ahli Kajian Gender dan Islam, Akademisi, Staf Khusus Presiden Bidang Keagamaan
Internasional.
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_tokoh_perempuan_Indonesia.
4) Bidang
literasi, penulis
Ibu Sri Sugiatuti, adalah pegiat
literasi, motivator, dan penulis buku. NH. Dini dengan karya hebatnya antara
lain Hati Yang Damai (1961), Namaku Hiroko (1977), dll. (Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Nh._Dini). Dewie “Dee”
Lestari dengan karyanya yang spektakuler Supernova . (Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Dewi_Lestari).
5) Entrepreneur
Aulia Halimatussadiah, entrepreneur
startup pendiri toko buku online
kutukutubuku. Catherine Hindra Sutjahyo, pendiri toko belanja online Zalora. Putri
Tanjung, CEO dan Founder Creativepreneur.
Masih banyak ratusan tokoh perempuan
berprestasi dan berpengaruh lain yang tidak saya tulis semuanya. Nama-nama
diatas adalah sedikit contoh jika perempuan dapat berkarya tanpa terhalang
gender. Perempuan dapat menduduki jabatan penting dengan tetap berpegang pada
kodratnya sebagai wanita.
Kembali lagi bahwa semua
pencapaian-pencapaian perempuan harus diiringi dengan pendidikan dan
pengetahuan yang mumpuni. Jika pengetahuan itu tidak dapat diperoleh melalui
sekolah, atau hanya terbatas pada jenjang pendidikan tertentu, setidaknya
budaya literasi entah itu offline atau digital harus konsisten dijalani kaum
perempuan.
Hal yang harus diperhatikan untuk
konsisten dalam budaya literasi khusunya digital adalah memperhatikan pola,
bagaimana memanfaatkan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai perempuan
yang memiliki sisi emosional lebih, tidak hanya maksimal menerima informasi
dari laman atau media sosial, namun juga harus bijak menyaring informasi
tersebut.
Meneladani perjuangan R.A Kartini tidak
hanya dengan berdandan memakai kebaya, atau mengakui bahwa perempuan Indonesia
adalah bagian dari Kartini Indonesia, namun Kartini Milenial juga harus berani
untuk terus maju dan berkarya tanpa merisaukan gender, berpegang pada norma dan
aturan agama, serta selalu menyadari kodratnya sebagai wanita.